Seorang anak Sibayak Lau Lingga yang sulung si Tindang namanya hendak pergi mandirikan perkampungannya sendiri, maka datanglah ia menghadap ayahnya meminta segenggam tanah yang dari Urang Kalasan.
“Bagaimana cara menimbangnya” kata si Tindang kepada ayahnya
“Dimana kau lihat perkampungan yang baik, ambil tanahnya segenggam, lalu timbang bila sama timbangannya maka baiklah tanah itu” kata Sibayak Lau Lingga.
Maka pergilah si Tindang ke Guru Benua, ditemuinya disana ada orang berdagang di Gurubenua, diambil tanahnya segenggam lalu ditimbang sama timbangannya, maka disitulah dia mendirikan kampungnya.
Kemudian lahirlah anaknya yang sulung, bentuknya seperti buah labu, kemudian diambil dan dimasukkannya kedalam guci. Sampai sepuluh anaknya lahir berbentuk seperti labu, diambilnya dan dimasukkan di dalam guci. Kemudian datang Guru Pakpak Pitu Sedalanen (tujuh sejalan), diberitahukan kepada Pengulu Gurubenua agar menyediakan makanan bagi mereka. Ketika mereka bercakap-cakap di rumah Pengulu Gurubenua menceritakan tentang kelahiran anaknya yang menyerupai buah labu.
Gundur / Labu
Oleh Guru Pakpak disuruhlah Pengulu Gurubenua membentang tikar tujuh lapis banyaknya, lalu diatasnya dibentangkan uis bulang-bulang. Kemudian kesepuluh anaknya yang didalam guci diangkat kedalam rumah dan diletakkan diatas bulang-bulang itu.
Secara bergantian Guru Pakpak pun membaca manteranya dengan berpakaian dan bertutup kepala kain putih, akhirnya menetas anaknya yang menyerupai buah labu tersebut, sampai akhirnya menjadi manusia kesepuluhnya. Satu orang anak perempuan dan sembilan laki-laki.
Dilihat harinya oleh Guru pakpak maka tidak baik harinya, “ Menurut ku tidak baik harinya anakmu ini lahir, maka ketika mereka mulai belajar berjalan pergilah tinggalkan tanah ini, jika kau tidak pergi marabahaya akan datang padamu” kata Guru Pakpak kepada Pengulu Gurubenua.
Anak yang sepuluh seorang perempuan si Bembem, yang laki-laki bernama si Babo, si Gurupatih, si Suka, si Beras, si Sugihen, si Jadibata, si Bukit, si Garamata, si Jertambun, si Babo adalah anak bungsu, si Jertambun adalah yang sulung. Sebab itulah ada Sembilan lubuk perpangiran di pemandian Lau Guci Gurubenua.
Setelah anaknya mulai berjalan maka pergilah ayahnya membawa tanah segenggam yag dari Urang Kalasen bersama anjingnya sebanyak tujuh ekor, sambil berjalan ia menandai pada pohon kayu agar tidak sampai kesasar, sampailah ia di Suka, diambilnya tanah segenggam dan ditimbang sama timbangannya, disitulah didirikannya gubuknya.